Heyheloooooo!
Salam,
Rasanya template pembuka tulisan saya di setiap akhir tahun adalah pemohonan maaf. Maaf yaa, terkhusus untuk diri ini sendiri karena tidak bisa menepati "tunggu ya, nanti aku mau tulis di blog" setiap ingin menulis huhu.
But hey, here im now.
Markimul, mari kita mulai.
Beberapa kali sempat terucap oleh masing-masing kami keinginan untuk berjalan ke Bromo. Hingga di pertengahan Oktober kemarin saya dikabarkan bahwa tiket telah dibooked untuk perjalanan di bulan Desember. Wohoooo!
Singkat cerita, cuti saya di-approved berikut dengan syarat dan ketentuan pastinya. Tak apa, yang penting kami jadi berangkat liburan. Ehe.
Rabu, 12 Desember 2018
Seperti biasanya, kami memlih berkereta di jam malam selepas bekerja. Kereta malam itu tidak langsung membawa kami ke wilayah timur, tapi kami singgahi beberapa kota dahulu sebelum akhirnya menuju tujuan akhir kami, Bromo. Kehabisan tiket, dan entah konspirasi apa yang telah semesta lakukan hingga akirnya membawa kami kembali ke Yogya hari itu. Pukul 06.00 kereta tiba stasiun Yogyakarta, ini kali ke-empat saya datang ke Yogya setelah acara KPIAI, Prambanan Jazz dan terakhir Jogjaventure beberapa bulan lalu. Sungguh sebuah kemewahan yang belum tentu di tahun mendatang akan saya dapatkan kembali. Huhu.
Kamis, 13 Desemeber 2018
Setelah sarapan di angkringan depan stasiun dan motor sewaan kami datang, kami langsung menuju tempat seorang teman di bilangan -aduh lupa namanya- maaf. Kami punya waktu sampai dengan pukul 08.00 malam sebelum berkereta kembali untuk menuju ke Malang. Jadilah setelah berbincang update kehidupan cukup lama, kami pergi ke wilayah Bantul dan mengunjungi;
Yak! kebun bunga matahari. Mohon maaf foto kucel malas mengedit, karena emang itu panas banget huhu, tengah hari maen ke kebon, But anw, jika kamu search di google "Kebun bunga matahari, Bantul", kamu akan diarahkan ke jalan menuju pantai di pesisir wilayah Bantul hingga akhirnya bertemu satu jalan lurus beraspal yang disepanjang jalan kamu akan meilihat banyak taman bunga dan spot selfie yang dijajakan warga menjadi tempat wisata. Lahan yang entah kosong atau memang diperuntukan untuk bercocok tanam di sisi kiri dan kanan jalan berubah menjadi objek wisata setelah ditanam berbagai jenis bunga oleh warga, salah satunya bunga matahari. Dengan biaya masuk 5-10 ribu rupiah, kamu bebas berfoto dan berkeliling taman, beberapa tempat juga menawarkan bibit bunga untuk kita bisa tanam sendiri.
Apalah main ke Jogja tanpa ke pantai, apalagi suara ombak udah terdengar jalas dari tempat kita foto di kebun bunga. Jadilah, di siang yang lagi terik-teriknya, di pasir pantai yang lagi panas panasnya, kita mampir ke pantai Cemara Sewu. Percayalah, dibalik pose-pose bahagia berkejaran dengan ombak, ada saya yang cuma bersendal jepitan lari ngibrit mencari pijakan pasir yang sudah kena air dan atau yang dibawah pohon karena panas banget masyaallah.
Duh angin |
Hold on, wait jilbab belom bener |
Yaudalah pasrah, terserah angin saja |
Timer adalah koentji namun apalah liburan desi tanpa memori rusak, memori ke reset hingga tidak ada tersisa foto berdua. Hiks |
Yha, baik |
Kami kembali ke Yogya, makan sore, lalu bersiap untuk melanjutkan perjalanan.
Jumat, 14 Desember 2018
Kami tiba di stasiun malang kurang lebih pukul 04.00 dini hari. Cukup lama kami duduk menunggu pagi di stasiun, sambil menghubungi beberapa tempat sewa kendaraan, kami mulai menyusun rencana selanjutnya. Lumayan clueless, meski ini bukan kali pertama saya ada di Malang, tapi ini kali pertama kami ke Bromo dan itinerary well not prepared.
Hari itu, setelah paginya berkeliling Kampung Warna Warni Jodipan, kami kembali ke penginapan dan beristirahat. Oh, malam itu kami sempatkan untuk mencoba Bakso Presiden, sebagai seoarang yang biasa aja terhadap bakso-bakso-an, semangkuk bakso ludes saya habiskan sampai kuah-kuahnya. Enaaaaaa. Sayangnya kami datang terlalu malam, jadi tidak dapat mencoba menu pilihan kami sendiri dan belum kesampaikan untuk foto di rel kereta yang tidak kalah terkenal dari warung baksonya itu sendiri. We'll be back someday!
Sabtu, 15 Desember 2018
Setelah semalaman browsing sana sini, kami memutuskan berangkat ke Bromo menggunakan motor yang kami sewa sebelumnya. Jujur, saya lumayan takut akan rencana tersebut, terlebih setelah membaca ulasan di internet yang menyebutkan jalan yang akan kami lewati cukup esktrim dan berbahaya untuk dilalui dengan motor matic. Jikalau pun ingin menggunakan motor matic, baiknya tidak berboncengan mengingat jalan yang banyak tanjakan.
Sempat mencari agen perjalanan, namun Bayu meyakinkan bahwa kami akan baik-baik saja. Jadilah, berbekal doa, google maps dan hasil riset dari internet, pagi itu kami bermotor menuju ke Bromo. Dari Malang, kami melewati Desa Tumpang, terus mengikuti jalur sampai di desa terakhir yaitu Desa Ngadas. Rencana awal adalah kita akan menginap di desa terakhir, dan pada dini hari akan melanjutkan berkendara untuk sunrise-ing, namun ternyata jarak dari desa Ngadas ke Bromo masih cukup jauh, akan menyulitkan jika kami bermotor dari desa ini menuju titik pendakian pada dini hari pagi. Jadilah saat itu juga kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dan menginap di wilayah Probolinggo karena lebih dekat dengan titik pendakian.
Sekita pukul 11.00 siang, dari kejauhan mulai terlihat barisan bukit hijau. Hwaaaaa, masyaallah, tidak henti-hentinya saya berdecak kagum melihat keindahan Bromo untuk pertama kalinya. Setelah bertemu ini, hati baru agak tenang. Jujur ga bohong, saya deg-degan sepanjang jalan takut terjadi apa-apa.
Untuk menuju ke Probolinggo, kita harus melewati rangkaian bukit dan pasir di Bromo ini. Bayu mengingatkan untuk tidak berlama-lama berhenti karena kahwatir turun hujan dan akan menyulitkan kami nantinya. Jadi pada kesempatan pertama itu, kami terus lanjutkan perjalanan melewati bukit dan rangkaian pasir untuk menuju ke desa pertama di Probolonggo.
Setelah sempat ditawarkan jasa antar dan hampir terbuai oleh seorang warlok yang dengan agak memaksa kami memakai jasanya, dan saya yang harus turun dari moto karena tidak kuat menanjak di salah satu tanjakan, tibalah kami gerbang masuk Bromo dari sisi wilayah Probolingo. Fuhhh, di sana saya benar-benar lega.
Beruntung kami karena sesaat setelah kami mendapat tempat menginap di salah satu rumah warga, turun hujan yang cukup deras. Hamdalah.
Minggu, 16 Desember 2018
Pagi berikutnya,
Buat saya, yang terberat dari ritual sunrise-an adalah bukan bangun paginya, tapi nahan dinginnya. Astagfirullah, mau keluar rumah itu dinginnya ampun-ampunan, apalagi di pegunungan, apalagi sehabis hujan, apalagi naik motor.
Kami meninggalkan penginapan pagi itu, untuk langsung kembali menuju Malang. Puasnya pergi sendiri adalah, yang mengatur waktu, yang memutuskan mau kemana habis dari mana ya kita sendiri. Sebagai seorong yang duduk di kendaraan sebentar, udah ngantuk, mungkin kalau naik HT, saya akan tidur sepanjang jalan, kurang menyaksikan keindahan di perjalanan
Diperjalanan pulang, kami sempatkan mampir ke air terjun atau dalam bahasa sana Coban yang kali ini namanya Coban Pelangi. Bayu bilang, lebih capek pas jalan ke air terjunnya ketimbang bawa motor Malang-Bromo-Probolinggo. Tapi iya, ini jauh lebih capek, terlebih kami dalam kondisi badan yang memang sudah lelah, jadi sungguh salah kita kesini. Btw, versi sudah dibenerin brightnessnya masih di hp, jadi ini saja gapapalah ya.
Senin, 17 Desember 2018
Kami kembali ke Jakarta dari bandar udara Abdulrachman Saleh, Malang. Hamdalah, Alhamdulilah. Terima kasih kepada seluruh kerabat kerja yang bertugas. Tidak ada kue ulang tahun, atau perayaan meriah lainnya, hanya doa dari orang-orang terkasih dan rasa syukur kepada semesta karena bisa mencapai usia ini dan bisa melewatinya di tempat yang indah itu.
Semesta, bawa saya kembali ke sini suatu hari nanti, atau ke tempat baru yang lebih seru, manapun yang terbaik dari keduanya.
Sekali lagi terima kasih. Sampai berjumpa, Bromo!
***P.S.
Buat temen-temen yang mau ke Bromo dengan kendaraan roda dua dan menyewa dari Malang, baiknya bilang sejak awal bahwa kendaraan akan dipakai ke Bromo, karena nantinya akan diberikan kendaraan proper yang lebih aman dan nyaman digunakan. Tidak seperti kami, yang membuat kami harus membayar denda. Ehehe.
Setelah semalaman browsing sana sini, kami memutuskan berangkat ke Bromo menggunakan motor yang kami sewa sebelumnya. Jujur, saya lumayan takut akan rencana tersebut, terlebih setelah membaca ulasan di internet yang menyebutkan jalan yang akan kami lewati cukup esktrim dan berbahaya untuk dilalui dengan motor matic. Jikalau pun ingin menggunakan motor matic, baiknya tidak berboncengan mengingat jalan yang banyak tanjakan.
Sempat mencari agen perjalanan, namun Bayu meyakinkan bahwa kami akan baik-baik saja. Jadilah, berbekal doa, google maps dan hasil riset dari internet, pagi itu kami bermotor menuju ke Bromo. Dari Malang, kami melewati Desa Tumpang, terus mengikuti jalur sampai di desa terakhir yaitu Desa Ngadas. Rencana awal adalah kita akan menginap di desa terakhir, dan pada dini hari akan melanjutkan berkendara untuk sunrise-ing, namun ternyata jarak dari desa Ngadas ke Bromo masih cukup jauh, akan menyulitkan jika kami bermotor dari desa ini menuju titik pendakian pada dini hari pagi. Jadilah saat itu juga kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dan menginap di wilayah Probolinggo karena lebih dekat dengan titik pendakian.
Sekita pukul 11.00 siang, dari kejauhan mulai terlihat barisan bukit hijau. Hwaaaaa, masyaallah, tidak henti-hentinya saya berdecak kagum melihat keindahan Bromo untuk pertama kalinya. Setelah bertemu ini, hati baru agak tenang. Jujur ga bohong, saya deg-degan sepanjang jalan takut terjadi apa-apa.
Melipir sebentar |
Cakeuppph banget bep huhu monang |
Setelah sempat ditawarkan jasa antar dan hampir terbuai oleh seorang warlok yang dengan agak memaksa kami memakai jasanya, dan saya yang harus turun dari moto karena tidak kuat menanjak di salah satu tanjakan, tibalah kami gerbang masuk Bromo dari sisi wilayah Probolingo. Fuhhh, di sana saya benar-benar lega.
Beruntung kami karena sesaat setelah kami mendapat tempat menginap di salah satu rumah warga, turun hujan yang cukup deras. Hamdalah.
Minggu, 16 Desember 2018
Pagi berikutnya,
My new favorite, kain Bromo! |
"Paak, saya foto yaaa" |
Buat saya, yang terberat dari ritual sunrise-an adalah bukan bangun paginya, tapi nahan dinginnya. Astagfirullah, mau keluar rumah itu dinginnya ampun-ampunan, apalagi di pegunungan, apalagi sehabis hujan, apalagi naik motor.
Kami meninggalkan penginapan pagi itu, untuk langsung kembali menuju Malang. Puasnya pergi sendiri adalah, yang mengatur waktu, yang memutuskan mau kemana habis dari mana ya kita sendiri. Sebagai seorong yang duduk di kendaraan sebentar, udah ngantuk, mungkin kalau naik HT, saya akan tidur sepanjang jalan, kurang menyaksikan keindahan di perjalanan
tim mager ndaki ke atas, jadi main di bawah aja |
Jagoan |
Kami kembali ke Jakarta dari bandar udara Abdulrachman Saleh, Malang. Hamdalah, Alhamdulilah. Terima kasih kepada seluruh kerabat kerja yang bertugas. Tidak ada kue ulang tahun, atau perayaan meriah lainnya, hanya doa dari orang-orang terkasih dan rasa syukur kepada semesta karena bisa mencapai usia ini dan bisa melewatinya di tempat yang indah itu.
Semesta, bawa saya kembali ke sini suatu hari nanti, atau ke tempat baru yang lebih seru, manapun yang terbaik dari keduanya.
Sekali lagi terima kasih. Sampai berjumpa, Bromo!
***P.S.
Buat temen-temen yang mau ke Bromo dengan kendaraan roda dua dan menyewa dari Malang, baiknya bilang sejak awal bahwa kendaraan akan dipakai ke Bromo, karena nantinya akan diberikan kendaraan proper yang lebih aman dan nyaman digunakan. Tidak seperti kami, yang membuat kami harus membayar denda. Ehehe.