Entah sudah berapa banyak draft tulisan yang aku buat tentangmu namun tak pernah terselasaikan. Malas mungkin bukan menjadi alasan. Tak juga ku mengerti mengapa demikian. Otakku mungkin enggan membagi segala hal manis yang berhasil ia simpan dengan rapi di salah satu sudut ruang kepala
Beberapa hal mungkin tak perlu dan tak bisa diungkapkan baik dengan lisan atau tulisan. Biar diam menyelesaikan tugasnya untuk menyampaikan pesan hati ke masing-masing.
Seperti diam yang hadir di setiap pertemuan kita.
Tiga ribu enam ratus jam, ah ya nyaris. Waktu yang tidak singkat untuk mengenal seseorang jauh lebih dekat. Tak pernah terbesit semua akan berjalan seperti saat sekarang ini. Bahkan terpikir untuk mengenalnya pun tidak pernah.
Diam mungkin lebih banyak hadir mengisi waktu kita bersama. Tapi mata selalu berbicara, dan aku percaya. Pun sampai saat terakhir aku masih tak berani menatap balik mata yang penuh dengan cahaya acap kali melihat diri ini bercerita.
Aku mungkin bukan peracik kopi yang handal, tapi aku selalu berusaha membuat secangkir kopi terbaik yang bisa aku siapkan untuk mengisi harimu atau hanya sekedar untuk menemanimu membaca berita di koran pagi.