Hey Des!!

Powered by Blogger.
Almost, almost is never enough
So close to being in love top


Yep, cuplikan lirik dari lagu Almost is Never Enough milik Ariana Grande itu emang mewakili perjalanan ini banget. Kenapa? Sok, mari kita bicarakan di sini.

Tepat seminggu yang lalu saat saya sedang melakukan-kegiatan-yang-biasa-dilakukan-oleh-para-jomblo-yaitu men-scroll news feed segala media sosial, saya terhenti di salah satu display picture bbm salah seorang teman yang memasang flyer pendakian akhir tahun ke Dempo. Liburan semester di penghujung 2014 ini saya tidak pulang ke Jakarta dan memutuskan untuk tetap tinggal di kosan karena beberapa alasan perkuliahan. Kebetulan weekend saat itu bertepatan dengan libur natal, jadi cukup banyak waktu yang bisa saya pakai. 

Hari ke-1
Meskipun sempat dilarang, pada akhirnya ayah saya mengizinkan saya untuk ikut pergi. Hitung-hitung liburan, daripada hanya di kosan. Saya dan rombongan berangkat Jumat siang, 25 Desember 2014. Partner naik kali ini adalah seorang temen di salah satu organisasi kampus, bersama temen-temen komunitasnya dia. Total keseluruhan dari kami adalah 12 orang. Dempo itu adalah salah satu gunung yang berada di Sumatera Selatan, tepatnya di kota Pagaralam. Memiliki ketinggian 3159 meter di atas permukaan laut, gunung ini menjadi salah satu tujuan bagi para pendaki dari berbagai daerah.

Kurang lebih pukul 22.00 wib kami sampai di kota yang terkenal dengan julukan sebagai kota bunga. Ini adalah kali ketiganya saya bertandang ke Pagaralam, dan lagi, kedatangan malam itu disambut oleh gerimis yang tidak romantis. Meski begitu, ini adalah pendakian pertama saya di Dempo.

Bus yang kami tumpangi mengantar sampai di depan pabrik teh milik PTPN VII. Kebanyakan para pejalan yang ingin mendaki ke dempo akan berhenti di sini dan melanjutkan perjalan keesokan paginya menuju kampung iv dengan menggunakan truk ataupun berjalan kaki. Terdapat dua jalur yang biasa digunakan untuk sampai ke puncak Dempo; Tugu Rimau dan Pintu Rimba. Jalan melalui tugu rimau memang lebih singkat, namun kemiringannya akan lebih curam dibanding dengan jalur di pintu rimba. Perjalanan saya dan rombongan kali ini adalah lewat pintu rimba.

Malam itu kami mendirikan tenda di halaman masjid tepat depan PTPN VII. Rumah Ayah yang biasa dijadikan basecame oleh para pendaki saat itu sudah penuh karena cukup banyak pendaki yang datang. Rekaman perjalanan saat  fieldtrip di tahun pertama kuliah langsung melintas begitu saja. Time flies so fast.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Bukan, tulisan ini bukanlah tentang review sebuah bioskop. Ini adalah salah satu rekam jejak hidup yang coba saya suratkan untuk kelak dibaca oleh entah siapa saja.

Suatu berkah yang luar biasa dapat kembali menghembuskan napas di perulangan hari ke-13 bulan 12 untuk yang ke-21 ini. Terima kasih ya Allah.

Baiklah, dari mana harus saya mulai cerita hari itu? Kejutan dari mereka yang tidak pernah disangka sepertinya bisa menjadi awal. Beberapa saat setelah meninggalkan saya dan menuju tempat seorang yang kebetulan juga berulang tahun pada malam itu, mereka kembali mengetuk pintu kamar. Tidak pernah terpikir bahwa mereka akan kembali, karena jujur saja kami tidak terlalu dekat. Entahlah, merasa tidak enak atau sekalian atau entah apalah namanya itu yang jelas saya berterima kasih. Sebut saja kebetulan yang disengaja. Sekali lagi, terima kasih Seko, Inka, Dewi, Dina dan Detty. 

Keluarga di rumah menelepon di 10 menit sebelum hari itu tiba dan beberapa ucapan juga doa dari orang-orang terkasih mulai berdatangan. Terima kasih.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Kartun tv tahunan ala liburan ditambah bau hujan mulai membayangi seluruh isi Desember, segala perlengkapan natal sudah mulai dipasang di berbagai belahan, hampir semua umat bersuka ria menyambut awal tahun dengan rentetan rencana perjalanan, Aku, tidak begitu menanti waktu kepulangan seperti beberapa tahun belakangan. 

Akhir tahun saat selesai ujian di tahun pertama adalah waktu yang sangat dinantikan. Pertemuan dengan keluarga, teman dan orang disayang selalu menjadi yang terbaik saat pulang dari tanah rantau. Sehari menunda waktu pulang berarti semakin cepat waktu liburan. Tidak pernah terbayangkan melewati pergantian tahun di kota orang, hingga di tahun ketiga, untuk pertama kalinya menyaksikan langit Palembang dihujani ribuan nyala kembang api dengan nyata. Pepatah bisa karena terbiasa mungkin benar adanya, aku mulai terbiasa. 

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

Instagram: @desimegaw

Labels

#30HariMenulisSuratCinta SajakSajakPatah CampusLife Story Of My Life Artikel Catatan Perjalanan CeritaPendek Blog Competition Tentang Rindu

recent posts

Blog Archive

  • ►  2018 (1)
    • ►  December (1)
  • ►  2017 (2)
    • ►  December (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2016 (4)
    • ►  February (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2015 (12)
    • ►  December (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  February (6)
    • ►  January (3)
  • ▼  2014 (27)
    • ▼  December (3)
      • Dempo; Badai Penyambutan yang Cukup Mencekam
      • Tentang 21
      • Tidak Lagi Menanti
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  May (2)
    • ►  March (2)
    • ►  February (10)
    • ►  January (3)
  • ►  2013 (19)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  July (2)
    • ►  June (1)
    • ►  May (4)
    • ►  April (1)
    • ►  March (4)
    • ►  February (5)
  • ►  2012 (24)
    • ►  December (2)
    • ►  November (4)
    • ►  October (3)
    • ►  September (1)
    • ►  August (4)
    • ►  June (1)
    • ►  May (2)
    • ►  April (4)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)

Follow me on:

  • Soundcloud
  • Twitter
  • Instagram

Created with by BeautyTemplates| Distributed By Gooyaabi Templates