Secangkir Kopi Manis

by - 00:34

Lagi, ku dengar gemericing suara sendok yang beradu dengan bibir gelas malam itu. Aku duduk di depan teras, sementara ia sibuk mengecap kopi kemudian menambahkan gula dan mengaduknya. Yaa, begitu seterusnya hingga ia rasa pas. Kopi itu hanya ia kecap lalu dimuntahkannya dan tak pernah ia telan.


"Ini.." seraya ia memberikan secangkir kopi yang baru saja ia buat kepadaku.

Aku mengaduk pelan sambil menghirup aromanya dalam-dalam. Ah, selalu ku rindukan saat-saat seperti ini. 
Ia duduk disamping ku, diam-diam memperhatikanku dan berusaha memalingkan pandangannya ketika aku menatapnya balik. Tak ada kata memang, tapi aku bisa merasakannya, pun aku tidak tahu dengan jelas itu apa.


***
Rabu, 25 Juni

16.00 1 New Message
Arin : "Aku di halte depan kantor, hujan deras, jemput bisa?" 

Aku hanya melihat dan langsung menutup handphone ku tanpa membalas pesan Arin. "Maaf..." batin ku.

"Siapa?"

"Ah, ngga.. bukan siapa-siapa. Yaudah yuk, kamu mau kemana lagi abis ini?"

Aku kembali menggandeng tangan Rasya dan langsung mengajaknya pergi dari salah satu restoran kesukaannya di Ibukota. Yaa, Rasya, kekasihku, yang kemarin baru saja tiba dari Australia. Ia sedang liburan dan memutuskan untuk pulang ke Jakarta. Rindu katanya.

Hampir satu bulan semenjak Rasya ada di Jakarta aku tidak pernah manghubungi ataupun sesekali membalas ribuan pesan Arin untuk ku. Aku tak ingin sampai Rasya tahu hubunganku dengan Arin. Yaa, aku tak ingin kehilangan Rasya, gadis yang telah menemaniku sejak kami di SMA. 
Terlalu sayang untuk mengakhiri hubunganku dengannya. Rasya yang supel, mandiri, periang, tidak pernah putus asa dan yang pasti ia cantik tidak pernah membuat ku ingin meninggalkannya. Meskipun kini ada Arin yang juga tidak kalah cantiknya dengan Rasya.

***
Langkahku terhenti seketika. Aku tak mengerti mengapa banyak orang di depan rumah ini. Foto yang sudah tak asing itu tersenyum menyambutku. Foto dengan dikalungi bunga tanda suka cita dari banyak orang.
Lututku lemas, tak ada lagi kata yang mampu terucap. Aku menangis sejadi-jadinya di depan tubuh kaku yang sudah dibaluti kain putih itu. 

Ku buka handphone, tempat ku simpan semua voicenote dari Arin yang tak pernah ku dengar.

"Kamu, sehat-sehat yaa, jaga diri kamu juga jaga Rasya. Oiya, berkatmu aku jadi suka kopi. Iya, kopi hitam yang sungguh tidak menarik perhatianku kurasa. Belum lagi mendengar ucapan orang-orang tentang rasanya yang pahit. Iya aku tak suka pahit. Tapi semenjak bertemu denganmu, secangkir kopi itu menjadi manis. Entah karena setiap meminumnya aku mengingatmu hingga kemudian menjadi manis. Terimakasih. Sampaikan maafku untuk Rasya"

Suara terakhir dari Arin.

You May Also Like

0 komentar