Sisterhood

by - 02:21

Delapan belas tahun yang lalu aku adalah seorang tunggal, seorang putri satu-satunya sebelum akhirnya kamu dilahirkan. Jujur saja, aku lupa bagaimana rasanya. Mungkin ketika itu aku senang karena mendapat seorang teman atau aku merasa sedih karena merasa cinta yang selama ini aku dapatkan akan terbagi? Entahlah aku tak dapat mengingatnya.

Adikku, Nurlaila, surat ini khusus aku tuliskan untukmu. Jika kamu tanya mengapa, jawabnya karena mungkin kamu yang sekarang sudah lebih paham ketimbang kedua adikku yang lainnya. Sesederhana itu. 

Adikku, waktu berjalan begitu cepat berlalu. Aku sadar banyak hari yang kita habiskan hanya diisi dengan pertengkaran dan membuat mereka gusar. Maafkan atas ego yang sampai saat ini masih sulit untuk aku kendalikan. Pun demikian, aku tidak akan lupa waktu kita mencari dedaunan untuk kemudian dijadikan masakkan di permainan masak-masakkan yang kita ciptakan.

Kita pernah berjalan ke sekolah bersama, saling menunggu di jam istirahat dan pulang dengan tugas matematika sebagai beban hidup pailng berat. Waktu berlalu, membuat kita berada di sekolah yang berbeda, hingga terakhir tepatnya 3,5 tahun yang lalu; kamu dan yang lainnya melepasku pergi merantau ke tanah seberang untuk melanjutkan pendidikan. Mungkin benar yang orang katakan bahwasannya waktu adalah fana, dalam beberapa bulan ke depan kamu akan meninggalkan predikat anak sekolah, gilaranku yang mengantarmu ke salah satu gerbang menuju masa depan. Apapun pilihanmu, tentu aku mendoakan yang terbaik untuk masa depan.

Adikku, percayalah aku tidak sesempurna seperti yang selalu papa umbar di depan kalian. Aku seringkali gagal dan tidak jarang mengecewakan. Tak apa jika kamu terjatuh nantinya, jadikan saja hal itu sebagai suatu proses menuju keberhasilan. Tidak perlu merasa sungkan, jika ada yang ingin diceritakan aku siap memberi sepasang telinga untuk mendengarkan. Adikku, janganlah kamu pernah menyerah, teguhlah pada apa yang ingin kamu capai dan terus berjuang untuk senyum mama papa. Jika kamu merasa lelah, pulanglah ke rumah, tempat lengan selalu merentang pelukkan. 



Dari aku, yang rindu akan sebuah pulang

You May Also Like

0 komentar