Hey Des!!

Powered by Blogger.
Almost, almost is never enough
So close to being in love top


Yep, cuplikan lirik dari lagu Almost is Never Enough milik Ariana Grande itu emang mewakili perjalanan ini banget. Kenapa? Sok, mari kita bicarakan di sini.

Tepat seminggu yang lalu saat saya sedang melakukan-kegiatan-yang-biasa-dilakukan-oleh-para-jomblo-yaitu men-scroll news feed segala media sosial, saya terhenti di salah satu display picture bbm salah seorang teman yang memasang flyer pendakian akhir tahun ke Dempo. Liburan semester di penghujung 2014 ini saya tidak pulang ke Jakarta dan memutuskan untuk tetap tinggal di kosan karena beberapa alasan perkuliahan. Kebetulan weekend saat itu bertepatan dengan libur natal, jadi cukup banyak waktu yang bisa saya pakai. 

Hari ke-1
Meskipun sempat dilarang, pada akhirnya ayah saya mengizinkan saya untuk ikut pergi. Hitung-hitung liburan, daripada hanya di kosan. Saya dan rombongan berangkat Jumat siang, 25 Desember 2014. Partner naik kali ini adalah seorang temen di salah satu organisasi kampus, bersama temen-temen komunitasnya dia. Total keseluruhan dari kami adalah 12 orang. Dempo itu adalah salah satu gunung yang berada di Sumatera Selatan, tepatnya di kota Pagaralam. Memiliki ketinggian 3159 meter di atas permukaan laut, gunung ini menjadi salah satu tujuan bagi para pendaki dari berbagai daerah.

Kurang lebih pukul 22.00 wib kami sampai di kota yang terkenal dengan julukan sebagai kota bunga. Ini adalah kali ketiganya saya bertandang ke Pagaralam, dan lagi, kedatangan malam itu disambut oleh gerimis yang tidak romantis. Meski begitu, ini adalah pendakian pertama saya di Dempo.

Bus yang kami tumpangi mengantar sampai di depan pabrik teh milik PTPN VII. Kebanyakan para pejalan yang ingin mendaki ke dempo akan berhenti di sini dan melanjutkan perjalan keesokan paginya menuju kampung iv dengan menggunakan truk ataupun berjalan kaki. Terdapat dua jalur yang biasa digunakan untuk sampai ke puncak Dempo; Tugu Rimau dan Pintu Rimba. Jalan melalui tugu rimau memang lebih singkat, namun kemiringannya akan lebih curam dibanding dengan jalur di pintu rimba. Perjalanan saya dan rombongan kali ini adalah lewat pintu rimba.

Malam itu kami mendirikan tenda di halaman masjid tepat depan PTPN VII. Rumah Ayah yang biasa dijadikan basecame oleh para pendaki saat itu sudah penuh karena cukup banyak pendaki yang datang. Rekaman perjalanan saat  fieldtrip di tahun pertama kuliah langsung melintas begitu saja. Time flies so fast.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Bukan, tulisan ini bukanlah tentang review sebuah bioskop. Ini adalah salah satu rekam jejak hidup yang coba saya suratkan untuk kelak dibaca oleh entah siapa saja.

Suatu berkah yang luar biasa dapat kembali menghembuskan napas di perulangan hari ke-13 bulan 12 untuk yang ke-21 ini. Terima kasih ya Allah.

Baiklah, dari mana harus saya mulai cerita hari itu? Kejutan dari mereka yang tidak pernah disangka sepertinya bisa menjadi awal. Beberapa saat setelah meninggalkan saya dan menuju tempat seorang yang kebetulan juga berulang tahun pada malam itu, mereka kembali mengetuk pintu kamar. Tidak pernah terpikir bahwa mereka akan kembali, karena jujur saja kami tidak terlalu dekat. Entahlah, merasa tidak enak atau sekalian atau entah apalah namanya itu yang jelas saya berterima kasih. Sebut saja kebetulan yang disengaja. Sekali lagi, terima kasih Seko, Inka, Dewi, Dina dan Detty. 

Keluarga di rumah menelepon di 10 menit sebelum hari itu tiba dan beberapa ucapan juga doa dari orang-orang terkasih mulai berdatangan. Terima kasih.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Kartun tv tahunan ala liburan ditambah bau hujan mulai membayangi seluruh isi Desember, segala perlengkapan natal sudah mulai dipasang di berbagai belahan, hampir semua umat bersuka ria menyambut awal tahun dengan rentetan rencana perjalanan, Aku, tidak begitu menanti waktu kepulangan seperti beberapa tahun belakangan. 

Akhir tahun saat selesai ujian di tahun pertama adalah waktu yang sangat dinantikan. Pertemuan dengan keluarga, teman dan orang disayang selalu menjadi yang terbaik saat pulang dari tanah rantau. Sehari menunda waktu pulang berarti semakin cepat waktu liburan. Tidak pernah terbayangkan melewati pergantian tahun di kota orang, hingga di tahun ketiga, untuk pertama kalinya menyaksikan langit Palembang dihujani ribuan nyala kembang api dengan nyata. Pepatah bisa karena terbiasa mungkin benar adanya, aku mulai terbiasa. 

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Kepalamu adalah taman bermain. Aku, anak kecil yang enggan meninggalkan sebelum mama memanggil. Ada labirin memanggil mencoba mengajak bermain ke sana.
Rumit memang, tapi tak apa. Aku suka berlama-lama di dalamnya Itupun jika kau mau membuka satu persatu penghalang untuk masuk lebih jauh ke dalam.
Bianglala terus berputar, tidak peduli seberapa takut ia yang berada di atas sana. Aku berpegang erat berusaha menikmati setiap gaya yang diberikan pada porosnya.

Jungkat-jungkit di ujung taman seperti tidak berpemilik. Beberapa hal mungkin tak perlu diungkit agar tidak kembali sakit. 
Piknik mungkin menjadi satu dari sejuta pilihan liburan. Aroma khas buku yang baru dibeli tak pernah gagal membuatmu tersenyum sesaat ketika membauinya. Sementara aku berharap menjadi satu dari sekian Bab yang tak bosan ingin kau ulangi membacanya. Ah, senja kini menjadi penanda untuk setiap cangkir kopi yang pernah dibuat dengan atau tanpa ecap.


Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Sebut saja seorang mahasiswa yang memasuki tahun terakhir perkuliahannya merasa bosan dan perlu untuk liburan. Rutinitas yang terbatas ditambah asap tebal yang menyelimuti sejumlah besar wilayah Ogan Ilir membuat ia semakin ingin pergi keluar pada saat itu. Beruntung. Semesta membacanya dan memberi persetujuan dengan berbaik hati mengirimkan seseorang yang kembali mengajak bertualang. 

"Mau naik gunung lagi gak?" tanya seorang sahabat di salah satu aplikasi chat messenger.

Ada tiga hal yang langsung menjadi pertimbangan saat itu juga. Waktu, akses ke lokasi dan dana. Tanpa pikir panjang gue langsung melihat kalender, mengosongkan jadwal dan memperkirakan yak-kayanya-gue-bisa-sip-jadiin-daaaah *mengcungkan jempol*. Satu udah oke, nah lokasi. Well, tujuan gue kali ini berada di ujung pulau Sumatera. Yep! adalah Lampung atau lebih tepatnya berada di wilayah Kalianda.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Bukankah seharusnya ini menjadi tahun yang paling kau tunggu? tahun terakhirmu di kota yang kau bilang belum pantas disebut kota.

Ada apa?
wajahmu menyiratkan sejuta prasangka yang tak lebih baik dari seekor kucing jantan di tengah kota sedang mencari jalangnya.
Sebegitu beratnya kah isi kepala?

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
6 Agustus 2014, Jakarta
--------
Ini adalah hari ke-sekian setelah perayaan Idul Fitri 1435H, saya masih menghabiskan waktu liburan di rumah dengan tidak melakukan apa-apa. Malam itu, sebuah pesan datang dari salah seorang sahabat. Sebuah tawaran perjalanan yang menjadi titik balik saya kini untuk lebih mencintai diri saya sendiri dan Indonesia tentu saja.

Sagitarius dan perjalanan adalah dua kesatuan yang entah sejak kapan melekat pada diri saya. Malam itu saya begitu antusisas dengan panggilan alam yang disampaikan melalui teman saya ini. Meskipun terlihat agak berat, pada akhirnya ayah memeberikan izin untuk saya bertualang kali ini. Sebagai seorang pemula, saya banyak bertanya pada teman-teman yang sudah terlebih dahulu melakukan pendakian ke banyak gunung. Perlengkapan pribadi seperti sepatu tracking, backpack, sampai jaket yang menjadi syarat kelengkapan seorang pendaki kebanyakan saya dapatkan dengan meminjamnya ke teman.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Aku pernah menunggu,
tapi kau berlalu dan terus saja tak peduli seberapa lama aku sudah menyimpan ragu.
Lakuku hanya bisa termangu meratap kasih yang tak menentu.
Tuan, rindu ini penuh, kaku tersimpan dalam saku.

Aku pernah mencari,
mengiringi kaki yang berlari kesana kemari.
Tangisku tak ada lirih, mencoba membungkam segala rintih dan perih dalam hati.
Tuan, letih ini tak berarti meski ada belati yang siap menikam diri hingga tak bernyawa lagi.

Aku pernah menampikkan luka,
meronta tentang kita yang tak pernah mereka inginkan bahagia
Upayaku tak lebih dari seorang hamba yang memohon  kepada Tuhannya.
Tuan, segalanya sudah tak lagi ada, bahkan sekedar asa untuk dibentangkan dalam sebuah kita.


Jakarta, 2014
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Kuliah Kerja Nyata, atau biasa disingkat KKN merupakan 4 satuan kredit yang wajib dijalani oleh mahasiswa tingkat tiga yang tengah menyelesaikan studi di jurusan Teknologi Pertanian Universitas Sriwijaya. KKN Tematik adalah tipe yang dipilih oleh jurusan gue ini di setiap tahunnya dan biasanya dilakukan di liburan akhir semester genap. Gitu.

Setelah ribut sana sini akhirnya dapet juga kepastian perihal lokasi dan kelompok KKN. Ada 4 wilayah yang diperkirakan bakal jadi lokasi KKN tahun ini, di antara ke-4 nya ada 1 tempat yang paling jauh dan paling di-ogah-in sama anak-anak yang lain, yaitu Cengal. Feeling gue udah ga enak sih dari awal dikasih tau di mana-mana aja tempatnya. Eh kan, bener aja, "....Desi, anu, anu, anu, dll.... di Cengal" ujar salah seorang teman  menyampaikan. Gue cuma bisa ketawa pasrah saat itu denger komentar anak-anak se-gazebo. Sejujurnya gue gak masalah mau ditempatkan di lokasi yang mana, karena jauh deket sama aja buat gue, kalaupun gue dapet lokasi yang deket toh gue juga baliknya ke kosan. Masalah yang gue pikirin cuma satu, siapa aja kelompok gue? Well, ini penting, karena gue bakal ngabisin lebih dari satu bulan sama mereka.

Berbicara soal kelompok, ada 26 orang termasuk gue di dalamnya yang terpilih untuk menjalani KKN di Kecamatan Cengal. 26 orang ini akan dibagi menjadi tiga kelompok untuk masing-masing ditempatkan di tiga desa berbeda yaitu desa Sungai Lumpur, Sungai Jeruju dan Sungai Pasir. Beberapa hari setelahnya barulah akhirnya dikabarkan kalo gue dapet lokasi di desa Sungai Lumpur bareng sama 7 orang lainnya. "Semoga bisa diajak kerja sama", doa gue dalem hati pas dikasih tau siapa-siapa aja yang sekelompok. Persiapan buat KKN ini gak terlalu ribet, paling packing yang gue malesin di setiap mau pergi.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Aku benci..

Perasaan itu hingga kini masih tersisa.
Ingatan akan kita berhasil mendobrak ruang kenangan tak seberapa.
Nyaris tak berjeda diri ini disambangi rindu kepadanya.
Ah, andai dulu rasa itu tak pernah ada.
Nampaknya takkan ada jarak sejauh bintang di antara kita.
Degup jantung saat pertama mungkin sudah terlupa.
Indahnya waktu bersama juga lenyap tergerus arus masa.
Tersisa hanya benci dan air dari kelopak mata.
Olehmu aku merasa kembali diwarnakan hidupnya.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Hatinya pilu, tak dapat dibuka apalagi sekedar untuk mendamaikan rindu. Mata lusuh itu mencoba menahan air yang kapan saja bisa datang membanjiri pipi layaknya sebuah bah. Kenangan akan sebuah kebersamaan sulit atau mungkin enggan untuk ia dibuang, bahkan disaat peluk tak lagi bisa menenangkan ingatan yang liar menjalari pikiran. Lututnya bersimpuh sedang jemari di tangannya coba menggapai tangan seseorang yang biasa menguatkan.

Cangkir tempat dulu ia menumpahkan semua kasih dan sayangnya kini kosong. Ampas bekas kopi yang pernah ia buat pun tak pernah lagi menghitami dasar gelas. Baginya, tak ada lagi pembahasan menarik perihal kopi dan antek-anteknya. Hitam terlalu hitam untuk dijadikan putih bahkan untuk sebuah abu-abu. Ketika ampas tak lagi berbekas, mungkin sudah waktunya untuk segera berkemas.

Seingatnya, ia sudah mampu menatap balik mata yang tak pernah lepas memandangnya bahkan ketika mulut sibuk mengunyah bakwan jagung yang dibawa. Penjahat waktu, mungkin adalah yang paling tepat bagi ia yang merengek saat menawar pertambahan waktu untuk bisa bersama. Tentu saja ia selalu berhasil menahan beberapa menit singkatnya hanya untuk sekedar duduk, bersandar dan berbicara perihal apa saja sambil menatap orang bermain bola di lapangan ujung sana.


Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
pict via twitter
Gak, gue gak lagi jatuh cinta sekarang ini, gue juga gak bakal ngebahas soal bahagianya orang yang lagi jatuh cinta dengan aksara yang kadang gue sendiri gak ngerti apa maknanya. Ini soal mereka yang gak bisa memiliki saat mulai jatuh dan coba mencintai seseorang.
Here we go!

Well, jatuh cinta itu gampang, sama orang yang tepat di waktu yang tepat itu yang susah. Right? 

Sekalinya ada yang sayang tapi kitanya gak nyaman, gilliran kitanya suka-nyaman-bahkan udah sama-sama sayang eh ternyata udah punya pacar, atau yang lebih pait lagi udah klop banget-sayang juga-pacaran udah bertaun-taun, tapi kaga dapet restu. Duh, pait pait pait pait.
Orang gak pernah tau sama siapa ia akan menjatuhkan hati, mereka (yang jatuh cinta) juga gak bisa nahan perasaan sayang yang muncul seiring dengan kenyamanan yang ada, gue percaya beberapa di antara prosesnya emang bahagia, tapi sialnya yang banyak terjadi adalah ketika kita mulai jatuh cinta tapi sama orang yang gak bisa kita milikin.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Lantunan doa dan ayat mengiringi surat ini kepadamu, semoga bisa sampai tentu saja harapku.

Teruntuk sahabat, kakak, teman, partner terbaik yang pernah saya punya.
Seseorang yang kini jauh di atas sana,
Alm. Dedek Mareta Setyabudi

Hai, sudah baca tulisan yang ku buat untukmu ini? Bagaimana? Apa yang harus diperbaiki dari tulisanku itu? Itu bukan sebuah berita seperti tulisanku yang biasa kau baca, mungkin jika kau telah membacanya akan ada lebih banyak yang harus ku perbaiki.

Well, beberapa hari yang lalu tepat 40 hari sepeninggal kau pergi meninggalkan kami semua. Hari ini (11/3) tepat hari jadimu yang ke 21. Selamat ulang tahun, Dek. -Ah, maaf, jika aku kurang sopan. Aku tidak bermaksud tidak menghargaimu dengan masih memanggilmu seperti itu.
Kau merayakannya disana bukan? dengan penuh kebahagiaan dan tentu tidak dengan sakit yang kau rasakan ketika masih disini. Yaa, aku paham betul jika itu adalah yang terbaik yang Allah beri.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Bulan yang katanya penuh cinta sudah lewat hampir seminggu. Ibadah menulis surat selama tiga puluh hari pun sudah usai, meskipun ia tak dapat menyelesaikan akhirnya dengan baik. Jika kau mengharapkan adanya cerita indah ataupun rangkaian kata-kata puitis layaknya sebuah novel cinta pada tulisan ini, ku sarankan untuk segera menutupnya. Ia bukanlah seorang Dewi Lestari dengan semua novel hebatnya, pun bukan Chairil Anwar dengan semua puisi cintanya. Hanya seorang mahasiswa biasa yang sedang berusaha memperbaiki hidupnya.

Ini adalah lembar ke-delapan puluh empat di catatan ke 20 tahun yang sedang dijalaninya. Aku menemukan ia yang masih terduduk di bawah lampu jalan yang kian buram ditelan pekatnya malam. Wajahnya menampakkan sebuah rasa yang tak ingin melepas dan berpisah dengan kesunyian malam. Malam yang enggan ia ganti dengan kacaunya hari. Ia berada pada hari dimana ia tak ingin bertemu pagi, esok, lusa, esok lusa dan esoknya lagi. Tak apa pikirnya jika kiranya semesta kali ini ikut  mengamini.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Hai,
Waktu senggang kebetulan sedang datang. Selama sore, sayang.
Aku tau ini terlalu cepat, surat kemarin pun belum sempat kau balas. Tak apa sayang, aku hanya ingin surat itu sampai dalam keadan utuh di tanganmu dengan atau tanpa balas.

Isi dikepala tak sabar ingin segera disuarakan. Ingin sekali bisa kembali bercerita dengan tatap mata penuh cahaya. Sore ini tak seperti biasa. Aku menulis dengan tak lagi ditemani dinding ataupun lantai di kamar. Satu cup yoghurt ukuran single ditambah 2 buah donat dengan topping favorite sungguh membahagiakan di sore yang sejuk ini.

Orang-orang ramai lalu lalang dan tak ada seorang pun yang ku kenal. Sendiri memang, tapi bahagia turut serta menemani kesendirian yang tak seberapa ini. Jadwal penuh hari ini bagiku cukup untuk bisa melupakan rindu. Bagaimana harimu? Jangan lupa untuk selalu berbahagia dan berdoa tentu saja.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Ia tidak sedang jatuh cinta.
Hanya berulang menjatuhkan tatap pada satu sosok yang sama.
dalam diam ia coba perhatikan setiap gerakan.
Matanya terus memandang, dan menampikkan setiap pandang jika kebetulan berkenaan. 

Ia tidak sedang jatuh cinta.
Memandang dari kejauhan tetap saja terus dilakukan.
Berkali datang ke tempat yang sama, sedang mata sibuk memperhatikan sekitar.
Berharap satu dari puluhan orang yang datang.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Pict taken by me, November 2013

"Ayuk, itu apo?" tanya polos seorang gadis kecil saat melihat kamera DSLR yang ku bawa. 

Sekejap aku menjelma menjadi sosok soktau yang memberi penjelasan singkat soal kamera dan foto pada seorang gadis kecil. Entah bagaimana, tiba-tiba ia datang menghampiri disaat aku sedang asik mengambil gambar beberapa orang teman yang sedang melakukan aksi. Yaa, pagi itu aku memang sedang berperan menjadi fotografer dalam salah satu agenda kegiatan organisasi ke-pangan-an yang aku ikuti di kampus.

Gadis kecil ini terlihat sederhana diantara anak-anak yang berlarian menonton aksi kami. Tubuhnya diselimuti oleh baju dan celana kebesaran, aksesoris kuning melengkapi diri sebagai penghias rambut di kepalanya. Kaki mungil tanpa alas berjalan mengikuti kemana Ibu melangkah. 

Kepalanya mungkin haus rasa keingintahuan akan sebuah benda yang bisa memenjarakan waktu di dalamnya. Hingga akhirnya Ia memberanikan diri untuk mendekat, sedang Ibu dan adiknya sibuk mencari barang-barang di pinggir jalan yang tak dihiraukan kebanyakan orang tapi bernilai jual untuk kemudian ditukar dengan makanan.

"Yuk, aku galak jugo difoto"

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Ia adalah salah satu robot kucing yang diciptakan di masa depan.
Tidak memiliki kuping layaknya seekor kucing, sebabnya ia sering dikira sebagai robot musang.
Bulat, lucu, menggemaskan dan biru, meski itu bukanlah warna asli tubuhnya.
Dorayaki adalah kesukaannya, sedang Dorami adalah adik perempuannya.
Memiliki trauma berat terhadap seekor tikus.

Doraemon. Yaa, satu sosok yang langsung terpikir saat ternyata surat hari ini musti ditujukan untuk karakter atau tokoh animasi favorit. Pun bukan salah satu fans fanatic, tapi tokoh satu ini menghidupi perjalanan hidup dengan penuh imajinasi.

Baling-baling bambu, mesin waktu, pintu ajaib, ah siapa yang tak kenal peralatan ajaib yang keluar dari kantong sang robot kucing dari masa depan satu ini. Di puluhan tahun perjalanan kisahnya, Nobita masih saja terus mengiba dan tentu saja masih duduk di bangku kelas V SD. 

Siapa yang  tak mengenal soundtrack dan iringan musik di setiap serial film ini.

Aku ingin begini, aku ingin begitu
Ingin ini ingin itu banyak sekali
Semua-semua semua dapat di kabulkan
Dapat dikabulkan dengan kantong ajaib
La la la.. Aku sayang sekali Doraemooon...
La la la.. Aku sayang sekali Doraemooon...

Tak ada lagi yang ingin ku sampaikan selain ungkapan terimakasih untuk sesorang luar biasa yang telah melahirkan tokoh imajinasi favorite pada tiap anak di seluruh dunia. Bapak Fujiko F Fujio.

-Day 11
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Jemari kembali menari mengikuti jejak langkah seorang yang sedang berlari di kepala. Terlalu mudah memang untuk menebak itu siapa. Semoga bosan tidak ikut datang bersamaan dengan surat ini sampai. Surat ke-sekian yang ku tuju padamu. 

Selamat sore, 

Seperti biasa, aku dalam keadaan baik dan luar biasa tentunya, semoga kau juga demikian disana. Sayang, gudang tempat penyimpanan rinduku sepertinya sudah penuh. Terasa amat sesak di dalam. Kapan kiranya kamu kembali datang untuk kemudian membagi sebagian rindu ini bersama lagi? 

Percakapan dalam beberapa malam denganmu sungguh membuatku rindu akan kisah yang ku tahu bukan semu. Bahkan dalam riuhnya hujan dan petir di luar sana aku masih bisa membayangkan senyum dan sorot matamu saat memandangiku bercerita. Mata yang tak pernah gagal membuat aku jatuh ke dalamnya. 
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Lisan ini terlalu kaku untuk sekedar menyatakan cinta kepada seorang saudara. Bukan tidak ingin, namun terkadang pertemuan membuat kita lupa arti sebuah ketiadaan. Izinkan aku menuliskan kata yang selalu terbata setiap kali ingin berbicara.

Keegoisanku mungkin masih terbilang cukup tinggi, bahkan untuk seorang sulung di rumah. Maaf untuk peduli yang kadang masih ku abaikan.
Ingatan kebersamaan masa kecil terlihat buram. Pertengkaran dan keributan khas anak-anak lebih banyak terbayang. Maaf untuk masa ketika aku enggan mengalah, hingga pada akhirnya aku tahu bahwa mengalah tak selalu kalah.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Hai,
Aku tau kita tidak saling mengenal, tapi biarkan aku menulis surat cinta sebagai bentuk maafku yang mungkin tak pernah kau kira.
Jujur, aku tidak tau harus memulainya dari mana. Aku tak ingin merusak semuanya. 
Kau terlalu  berharga untuk dihancurkan oleh sebuah kotoran yang tak seharusnya ada.

Aku mengenalnya sudah cukup lama, tapi tentu tidak lebih lama darimu. Aku meminta maaf atas perkenalan lebih jauh yang membawa kita sampai pada perasaan yang kita tak pernah ingin aku atau dia rasa. Aku tak bisa menolak untuk tidak jatuh dan mencinta. Maaf untuk itu semua.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Pada setiap rintik hujan yang turun aku berpasrah. Meyakini bahwa masih ada secercah cerah yang terselip di dalamnya. Langitku kini penuh, masih dihiasi awan-awan temaram dan sedikit kabut tak bertuan.

Di setiap langkah yang kadang tak berarah, aku berpasrah. Berusaha memahami jejak langkah yang entah telah dilewati oleh siapa. Aku tersesat, Tuan. Begitu melelahkan untuk bahkan mencari sebuah jawaban.

Meskipun tangan menopang bahu seorang teman, lengan ini tak terpegang untuk kadang bisa bertahan. Bahu selalu bisa diandalkan untuk menenangkan ketidakwarasan yang muncul ketika aku mulai bersandar pada sebuah bentuk kenyataan. Bawakan untukku sebuah, Tuan.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Hari ini aku kembali ke kampus. Duduk dalam ruang kuliah dengan segala carut marut di dalamnya. Tak lama aku di dalam sana dan kelas bubar setelah dosen di mata kuliah kedua ternyata absen siang ini. Aku pulang dengan segala kerumitan akan tugas yang sedang asik berkompromi dengan malas di kepala. 

Sepetak kamar cukup luas yang disekat dengan sebuah triplek telah menanti dan menunggu penghuninya kembali. Ia tak tahu bahwa sebenarnya sang penghunin enggan untuk cepat-cepat pulang dan menghabiskan hari di dalam sana, sendiri.

Hampir tiga tahun sudah aku menghabiskan sisa hari dan malamku di tempat ini. Yaa, setelah seharian berkecamuk dengan riuhnya hari, kasur di kamar inilah yang paling aku cari. Berteman bantal si penghapus sesal dan guling sang pemeluk rindu.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Teruntuk wanita tua di kursi roda.
Aku tak tau musti berkata apa.
Iba tidaklah pantas jika aku harus mengada.
Kau terlalu istimewa untuk sesosok wanita yang sudah tak lagi muda.

Teruntuk wanita tua di kursi roda.
Dirimu masih saja terus bercerita perjalanan di masa jaya.
Meski raga kini mulai renta.
Kau tak pernah lupa untuk tetap mencinta keluarga.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Palembang, 28 Januari 2014

Belum sudah kering rasanya mata ini dari sisa tangis yang keluar pada malam beberapa jam sebelum hari ini. Handphone berbunyi tanda sebuah pesan masuk. Tak pernah terpikir ternyata itu sebuah berita duka. Suara getir seorang perempuan diujung sana menjawab panggilan dariku dan rasa tidak percaya ini. Air mata tak tertahan dan kembali membasahi malam yang belum pantas disebut pagi itu.

Tak butuh waktu lama untuk berpikir. Aku memutuskan untuk pergi ke rumah duka dan meninggalkan kuliah pada hari ini. Perjalanan lebih dari 32km aku lewati bersama beberapa keluarga GS yang terlihat tidak seperti hari biasanya.dan lebih menampilkan wajah duka.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
"Hidup itu hanya sekali"
Begitu mereka bicara dan tanpa ragu tentu aku mengiyakannya.

Menjadi tua tentu sudah terpatri di dalam setiap pribadi, meski kita tidak pernah tau akan tumbuh menua bersama pribadi yang mana. Tapi ku harap kita bisa bersama sampa tua dan waktu itu tiba. Semoga semesta sedang berbaik hati untuk dapat ikut meng-Aamiin-i.

Aku bukan tidak ingin merangkai sebuah kata-kata layaknya seorang pujangga, hanya sebait dua bait kata pengiring doa yang ternyata aku bisa.

Setangkai daun tak akan selamanya menempel pada ranting sebuah pohon. Akan tiba saatnya ia menguning hingga suatu saat mengering dan berakhir di dalam tanah. Seperti daun, jadilah yang terbaik selagi masih berada dan menempel di ranting pohon yang kokoh, teruslah berusaha memberikan manfaat bagi banyak umat, hingga pada suatu saat, ranting harus menggugurkan daunnya dan memberikan kesempatan bagi yang lainnya untuk bisa maju. Kiranya begitu yang ku tahu untuk memaknai sebuah perjalanan hidup.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
"Jadi kapan mau baliknya?"

"Gatau.."

"Jangan gatau-gatau, biar bisa dicariin tiket dari sekarang"

"....."

Begitulah pertanyaan yang terus dilontarkan Papa ke saya beberapa hari sebelum akhirnya saya memutuskan kapan balik lagi ke tanah rantau di pulau seberang sana, ya, bumi Sriwijaya. Ke-tidak relaan muncul ketika ada satu hal yang memaksakan saya untuk sesegera bertolak pergi meninggalkan rumah. Liburan yang belum genap satu bulan saya habiskan di rumah terpaksa saya tanggalkan demi kecintaan dan tanggung jawab yang saya rasakan disana.

Konspirasi semesta yang sepertinya juga enggan saya tinggal pergi. Bus yang dijadwalkan berangkat pukul 3 sore telat datang dikarenakan akses jalan Jakarta yang digenangi air sehingga terjadi macet di sebagian besar jalanan Ibukota dan membuat saya harus menunggu selama lebih dari 2 jam. Kesal memulai perjalanan pulang pada hari itu.
Perjalanan yang sudah tidak menyenangkan dari awal semakin tidak menyenangkan untuk saya. Kondisi badan yang memang kurang sehat ditambah jalanan yang rusak berat sukses mengacak kepala dan isi perut saya. Perut yang pada dasarnya memang tidak saya isi makanan semakin menambah mual di sepanjang perjalanan. Tercatat sebanyak tiga kali saya berhasil mengeluarkan air dalam perut tanpa adanya secuil pun makanan. Hal ini menjadi rekor tesendiri bagi saya yang dalam beberapa tahun terakhir biasa melakukan perjalanan bolak-balik Jakarta-Palembang. Bukan suatu hal yang perlu dibanggakan memang.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

Instagram: @desimegaw

Labels

#30HariMenulisSuratCinta SajakSajakPatah CampusLife Story Of My Life Artikel Catatan Perjalanan CeritaPendek Blog Competition Tentang Rindu

recent posts

Blog Archive

  • ►  2018 (1)
    • ►  December (1)
  • ►  2017 (2)
    • ►  December (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2016 (4)
    • ►  February (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2015 (12)
    • ►  December (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  February (6)
    • ►  January (3)
  • ▼  2014 (27)
    • ▼  December (3)
      • Dempo; Badai Penyambutan yang Cukup Mencekam
      • Tentang 21
      • Tidak Lagi Menanti
    • ►  November (1)
      • Aku di Taman Bermain
    • ►  October (1)
      • Menggapai Langit Ujung Sumatera
    • ►  September (2)
      • Kau Hanya Perlu Memaafkan
      • Prau, For The First Time In Forever
    • ►  August (1)
      • Pernah
    • ►  July (1)
      • Perjalanan Menuju KKN 2014
    • ►  June (1)
      • Sebuah Pengakuan
    • ►  May (2)
      • Hilang dalam Kehampaan
      • Problematika Cinta
    • ►  March (2)
      • Teruntuk Kamu yang Sudah Bahagia
      • Lembar Delapan Puluh Empat
    • ►  February (10)
      • Sayang, Ini Hariku
      • Jatuh dalam Diam
      • Tukang Foto
      • Bukan untuk Robot Musang
      • Truly Flame
      • Gadis-Gadis Kecil Kini Mulai Dewasa
      • Maaf Untuk Semua
      • Bawakan Satu Untukku
      • Sepetak Kamar Kostan
      • Wanita Tua di Kursi Roda
    • ►  January (3)
      • Seorang Ksatria Pena
      • Selamat Ulang Tahun, Kamu
      • Pena Baru GS
  • ►  2013 (19)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  July (2)
    • ►  June (1)
    • ►  May (4)
    • ►  April (1)
    • ►  March (4)
    • ►  February (5)
  • ►  2012 (24)
    • ►  December (2)
    • ►  November (4)
    • ►  October (3)
    • ►  September (1)
    • ►  August (4)
    • ►  June (1)
    • ►  May (2)
    • ►  April (4)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)

Follow me on:

  • Soundcloud
  • Twitter
  • Instagram

Created with by BeautyTemplates| Distributed By Gooyaabi Templates